Sensasi Nonton Pengabdi Setan Bareng Emak-Emak Setan




Sejak lama, Joko Anwar terobsesi dengan film horor. Menurutnya, horor adalah genre film yang paling jujur. Tujuannya ya nakut-nakutin penonton, bukannya mau ceramah, motivasi, atau menyisipkan pesan moral. Di kesempatan berbeda, gue juga pernah denger dia bilang, secara komersial film horor lebih berpotensi laku. Alasannya sederhana: karena takut, orang cenderung akan nonton rame-rame! Bandingin sama film romantis, paling cuma ditonton berduaan, kan?

Selain film-film bioskop seperti Kala, Pintu Terlarang, dan Modus Anomali (yah mungkin di kalangan penggemar film horor masih bisa didebatin apakah ketiga film ini masuk kategori horor atau slasher atau psychological thriller), miniseri Halfworld di TV, Joko Anwar juga bikin film pendek horor di Yutub:


Proyek Pengabdi Setan ini konon udah sejak lama ada di benak Joko Anwar. Gayung bersambut dari pihak Rapi Films, dan dimulailah proses produksi.

Sebagai sosok yang aktif di medsos, Joko Anwar berhasil membangun rasa penasaran para calon penonton. Puncaknya adalah saat dia merilis teaser trailer yang "menjanjikan" banget. Liat aja sendiri nih:


Lucunya, pas udah muncul trailer full-nya malah nggak seseru teaser-nya. Mungkin seperti Joko Anwar bilang di salah satu wawancara, dia nggak ingin trailer-nya membocorkan terlalu banyak plot.

Berbekal ekspektasi yang lumayan tinggi, gue dan Ida berangkatlah ke bioskop untuk nonton film ini. Berhubung mumpung lagi cuti dan kalo malem anak nggak ada yang jaga, nontonnya terpaksa siang-siang. Padahal, film horor kan afdolnya ditonton malem-malem. Yah, begitulah sekelumit pengorbanan sebagai orang tua (apa sih).

Film dibuka secara santai. Joko Anwar nampak nggak ingin buru-buru nakut-nakutin penonton. Di bagian awal, penonton diajak menelusuri setting cerita di tahun 1981 dan kenalan dengan keluarga yang jadi titik sentral film. Anggota keluarganya adalah:

  1. Ayah
  2. Ibu
  3. Rini
  4. Tony
  5. Bondi
  6. Ian
  7. Nenek
Sederhana sekali bukan? Hanya 7 orang yang perlu kita apalin, nggak kayak nonton Game of Thrones. Tapi... kenapa oh kenapa... di tengah keasyikan nonton, terdengar dialog berikut:

"Ini siapanya?"
"Adiknya."
"Kok bisa ngomong?"
"Iya, yang tuli kan yang satunya lagi."
"Yang Bondi ya."
"Bukan, Bondi tuh yang ini. Ada lagi adiknya, yang tuli."
"Oh... Toni ya"
"Bukan. Toni itu kakaknya."
"Kakaknya siapa? Rini? Rini kan yang paling besar."
"Bukan. Kakaknya Bondi."
"Bondi yang tuli?"
"Bukan, yang tuli adiknya."
"Adiknya siapa?"
...

Sekarang tahun 2017 ya. Bioskop pertama di Indonesia berdiri tahun 1900. Artinya orang Indonesia udah punya pengalaman 117 tahun nonton bioskop, dan kok ya apesnya, di belakang ada dua ekor emak-emak yang bolos waktu lagi ada penyuluhan tentang "DILARANG NGOMONG SELAMA FILM TAYANG"

Dikisahkan keluarga ini lagi mengalami kesulitan keuangan. Pendapatan mereka satu-satunya cuma dari royalti penjualan kaset sang ibu, yang sialnya lagi terbaring sakit selama tiga tahun terakhir. Saat Rini datang ke perusahaan rekaman, dia dikasih tau bahwa udah lama kaset ibunya nggak laku. 

Eh, sebentar. 

Dari tadi gue ngomongin kaset, jangan-jangan anak-anak milenial jaman now kagak kebayang bentuknya kayak apa. 

Ini: 


Benda ini kalo dimasukin ke tape bisa mengeluarkan bunyi-bunyian, tapi maksimal cuma 90 menit ya. Itu juga dibagi dua sisi, @45 menit. 

Dan kalo lu anaknya suka bantah orang tua, nongkrong gak jelas dan malas belajar, kadang lu mengalami nasib apes sehingga pita di dalam kaset tersebut kusut. Maka cara meluruskannya adalah diputar menggunakan bolpen seperti ini: 

Sekian pengetahuan tentang kaset. Mari lanjut. 

Sampe mana tadi? O iya, kaset ibunya nggak laku. 

Gue sih bukan ahli pemasaran ya, tapi memang kans memenangkan persaingan dagang agak tipis kalo lu pajang foto diri kayak gini di kaset: 


Ibunya nggak diceritain sakit apa, pokoknya dia hanya bisa terbaring di ranjang, nggak ngomong apa-apa, dan membunyikan bel kalo butuh sesuatu. Dari keempat anaknya, hanya Tony yang paling santai menghadapi ibunya. Sedangkan Rini, yah... katakanlah sering menganggap kebersamaan dengan ibunya sebagai rangkaian kejutan: 

"Rini, noleh sini dong..."

Ibunya bak buah simalakama: pas hidup serem, tapi kalo mati apalagi.

"Jadi gimana, Ibu mending mati apa jangan nih...?"

Akhirnya yang diinginkan, atau mungkin dikhawatirkan, entahlah, keluarga itu belum memutuskan; terjadi: ibunya meninggal. Dimulailah rangkaian kejadian misterius. Yah, mungkin HARUSNYA misterius ya, tapi berkat kehadiran duo sundel bolong di belakang, semua menjadi ekstra terang benderang karena mereka rajin sekali menjelaskan segala sesuatu yang sudah jelas. 

Pernah nonton film yang pake subtitle for hearing impaired kan, yang segala bunyi-bunyian seperti "phone clicks" "door shuts" "engine starts" ditulis untuk membantu kaum tuna rungu menikmati film? Nah, nonton di depan kedua makhluk ini ibarat pake subtitle for seeing impaired... 

...karena segala sesuatu yang terjadi di layar, mereka laporkan ulang. Sebuah keputusan yang menarik, mengingat di awal film, ngapalin 7 tokoh aja ketuker-tuker. 

Adegan: Rini jalan ke arah kamar Ibu. 
"Nah, sekarang mau ke kamar ibunya, dia."

Adegan: Rini berhenti sejenak. 
"Ragu-ragu dia, ibunya serem sih." (lalu ketawa)

Adegan: Rini memasak
"Dia masak sendiri, ya..."

Lu berharap apa sih Nyet, dia pesen Go Food? 

Masih kurang puas dengan laporan adegan di layar, kedua kuntilanak di belakang gue ini mulai sok-sokan melontarkan prediksi-prediksi. 

"Habis ini pasti dia nyemplung sumur..."

"Nah, nah, mau ngebacok dia... mau ngebacok... eh, lho... kok enggak..."

"Jemputannya mana ini kok nggak datang-datang."
"Mungkin mogok."
"Atau... jangan-jangan dimakan setan!" (lalu ketawa)

Karena makin lama makin parah, akhirnya Ida balik badan dan bilang "Buuuu... diem dong. Ganggu banget tau nggak sih?"

Untunglah mereka masih rada ngerti dibilangin, mungkin juga shock dimarahin penonton lain. Frekuensi dan volume ngobrolnya berkurang drastis. 

"Ini... adiknya yang tuli, kan?"
"Ssst, nanti dimarahin lagi."

Secara keseluruhan, film ini berhasil menuntaskan tugas sebagai film horor sebagaimana yang didefisinikan Joko Anwar: untuk nakut-nakutin penonton. Masih ada beberapa adegan yang ketebak (mengurangi misi film horor yang seharusnya mengejutkan), tapi dibanding Jailangkung, film horor Indonesia terakhir yang gue tonton, jauuuh lebih bagus. Naskahnya sangat kuat, sehingga masing-masing tokoh punya alasan yang cukup untuk melakukan tindakan mereka di layar. 


M. Adhiyat yang berperan sebagai si bungsu Ian mencuri perhatian penonton. Permainannya natural sekali, dan kehadirannya selalu berhasil mencairkan emosi film setelah melalui titik yang "horor banget".

Tapi selucu-lucunya bocah, akan sulit adu lucu dengan bintang utama film ini:

Tara Basro

Maksud gue, ini kan film horor ya. Banyak adegan-adegan tegang yang mengharuskannya waspada atas keadaan sekitar. Masalahnya, tiap kali dia melirik, bikin gue serasa ingin ganti operator HP...

Iya, Tara, maafkan aku selama ini telah memilih operator HP yang lain.

Akhir kata, sebuah film yang layak tonton banget, tapi waspadai orang-orang di belakang Anda. Buat yang nggak bisa diem kalo nonton bioskop, saran gue bawa cemilan yang banyakan deh biar anteng. Boleh popcorn, boleh juga melati kalo elu kuntilanak kaya emak-emak di belakang gue.

Mari kita tunggu sekuel film ini! 



Komentar

  1. Ya Allah subuh-subuh baca ini aku ngakak..bukannya sholat dulu, malah baca cerita Ibunya Toni..

    Bagian ter-ngakak di kalimat : dua ekor emak-emak yang bolos waktu lagi ada penyuluhan tentang "DILARANG NGOMONG SELAMA FILM TAYANG" ������

    Wkwkwkwkwkwkwkwk..
    Eh pas aku nonton Conjuring di bioskop yang ternyata bioskopnya anak alay, juga ga seru..malah menghancurkan horornya..masa kalau ada adegan horor, itu anak-anak alay malah ketawa ngakak..aaarrgggghhhhh

    BalasHapus
  2. Idem komen diatas wkwwkk ngakak banget baca yang ini kalimat : dua ekor emak-emak yang bolos waktu lagi ada penyuluhan tentang "DILARANG NGOMONG SELAMA FILM TAYANG"
    tp untungnya 2 ekor emak2nya di warning tau diri ga nyolot yak 😂🤣

    BalasHapus
  3. Hi..hi, mbacA sambil ngakak..suka bacanya.

    BalasHapus
  4. Hi..hi, mbacA sambil ngakak..suka bacanya.

    BalasHapus
  5. hahahah
    aku baca kok ada Sundel Bolong?
    Ngulang paragraf. Oh, Emak2,hahaha

    BalasHapus
  6. Salah satu film yang saya gak bosen tonton, 3 x sudah saya menyaksikan film ini, lagunya yang serem malah bikin suka meskioun kadang bingung sma letak rumah dan beberapa ruang pastinya itu seperti apa, tapi keseluruhan film saya suka sekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Astaga 3 x kayak minum obat aja. Eh obat cacing aja 6 bulan sekali. Peace... :D

      Hapus
  7. Ngakak sampe sakit perut baca tulisan ini..hahaha

    BalasHapus
  8. Maaih ga berani nonton, kalo bisa ketemu Emak2 yang velakang itu sih enak jadi ga serem sebenernya..

    BalasHapus
  9. Ya Allah, ni pilem horor ngapa jd komedi yak reviewnya. Kocak!

    BalasHapus
  10. Ngeri banget ada komentatornya,untungnya dua sundel bolong itu sdh diperingatkan dan sedikit insaf

    BalasHapus
  11. baru pernah gw baca resensi film horor jadi kocak kyk gini =)) pengen ngakak tp hrs gw silent krn gw bacannya di jam sibuk di kantor =))

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer